Internasionalisasi Bahasa Indonesia Melalui BIPA

Kegiatan Seminar Internasional bertemakan “Internasionalisasi Bahasa Indonesia Melalui BIPA” diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Tadris Bahasa Indonesia Periode 2024-2025. Seminar Internasional ini merupakan seminar kedua yang dilakukan oleh Prodi Tadris Bahasa Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan pada Senin, 9 Desember 2024 dimulai pukul 09.00 WIB s.d. selesai. Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan yaitu Bapak Dr. Muhammad Rifa’i, S.Ag., M.Pd., Ketua Prodi Tadris Bahasa Indonesia Ibu Rina Devianty, S.S., M.Pd., Sekretaris Prodi Ibu Riris Nurkholidah Rambe, M.Pd., Dosen Prodi, tamu undangan, para narasumber, dan 285 peserta seminar Internasional.

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Bapak Muhammad Rifa’i, S.Ag., M.Pd. memberi kata sambutan sekaligus membuka kegiatan seminar Internasional, dalam kata sambutan Wakil Dekan III mengatakan “dengan kegiatan seperti ini dapat membangkitkan rasa untuk menginternasionalisasikan Bahasa Indonesia agar dikenal lebih luas”. Setelah memberi kata sambutan selanjutnya Wakil Dekan III membuka acara seminar Internasional.

Kegiatan seminar Internasional menghadirkan tiga pemateri dari dalam dan luar negeri yang luar biasa. Ketiga pemateri ini dimoderatori oleh Hasraini Waruwu salah satu mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia Stambuk 2023 dan Bapak   Idris Sadri, M.Ed. Pemateri pertama yaitu Bapak Hidayat Widiyanto, M.Pd.,  merupakan Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara. Dalam penyampaian tersebut membahas mengenai “Internasionalisasi Bahasa Indonesia melalui BIPA”. Bapak Hidayat menyampaikan bahwa melalui BIPA Internasionalisasi Bahasa Indonesia menjadi lebih mungkin dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperluas jangkauan dan pengaruh Bahasa Indonesia di dunia Internasional dan sebagai mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia kita mempunyai peluang yang lebih besar untuk menjadi pengajar BIPA. Namun, harus dilatarbelakangi dengan UKBI, pelatihan menjadi guru BIPA dan sebagainya

Selanjutnya pemateri kedua yaitu Ms. Magdalena Rojas Lynch, Ph.D., dari Boston University USA. Dalam penyampaiannya Ms. Magdalena menceritakan pengalamannya dalam mempelajari budaya dan Bahasa Indonesia. Sebagai warga negara asing Ms. Magdalena merasakan suasana yang berbeda sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan terhadap sosial dan budaya Indonesia

Pemateri terakhir yaitu Ibu Rina Devianty, S.S, M.Pd., merupakan Ketua Prodi Tadris Bahasa Indonesia, dalam penyampaiannya Ibu Rina membahas mengenai “Revitalisasi Cerita Rakyat Sumatera Utara sebagai Bahan Ajar BIPA di Thailand dengan Media Komik” beliau mengatakan belajar Bahasa Indonesia bisa melalui media komik, dengan memanfaatkan media komik dari cerita rakyat Sumatera Utara, pembelajaran BIPA di Thailand dapat menjadi lebih menarik, edukatif, dan efektif dalam memperkenalkan Bahasa Indonesia dan budaya Indonesia kepada penutur asing.

Dari penyampaian materi yang disampaikan oleh ketiga pemateri, ada lima pertanyaan yang muncul dari para peserta seminar. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh Dea Shintya Br Sebayang kepada Bapak Hidayat Widiyanto, M.Pd., yang pertanyaannya yaitu “untuk menjadi pengajar BIPA apakah penting untuk ikut UKBI, jika penting bagaimana Pak prosedur pelaksanaan UKBI untuk kami sebagai mahasiswa?” Beliau menjawab “ya penting, bagi mahasiswa yang ingin menjadi pengajar BIPA, memiliki sertifikat UKBI dapat meningkatkan kredibilitas. Prosesnya melibatkan pendaftaran online, penjadwalan ujian, persiapan, pelaksanaan ujian yang melibatkan tes membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Dalam UKBI juga memiliki tujuh tingkatan mulai dari peringkat istimewa dengan skor 725-800, predikat sangat unggul dengan skor 641-724, predikat unggul dengan skor 578-640, predikat madya dengan skor 482-481, predikat semenjana dengan skor 405-481, predikat marginal dengan skor 326-404, dan yang terakhir predikat terbatas dengan skor 251-325. Bapak Hidayat mengatakan jika ingin menjadi guru BIPA direkomendasikan UKBI minimal sangat unggul dan mulailah dari sekarang untuk mengikuti UKBI ”.

Pertanyaan kedua diajukan oleh Liza Handayani kepada Bapak Hidayat yang pertanyaannya yaitu “Apakah untuk tamatan S1 khususnya Tadris Bahasa Indonesia, bisa menjadi pengajar BIPA dan mengambil sertifikat pengajar BIPA, dan apa saja syarat atau kualifikasi yang harus dipenuhi?” Beliau menjawab “ Bisa, jika kita ingin bergabung dengan APPBIPA dan menjadi pengajar BIPA maka kita harus mengajar minimal 300 jam, maka teman-teman harus banyak pengalaman. Jika ingin mengajar BIPA maka harus memastikan Bahasa Indonesia ini untuk orang asing. Bapak Hidayat juga mengatakan jika ingin terjun menjadi guru BIPA tentu harus banyak mengajar orang asing, perbanyak magang di tempat-tempat orang yang memiliki orang asing untuk diajar Bahasa Indonesianya. Beliau juga menjelaskan jika ingin mendapatkan sertifikat BIPA yang akan dikeluarkan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) maka perbanyak pengalaman pengajar BIPA dan gunakan secara aktif bahasa asing di mana kalian mengajar BIPA.”

Pertanyaan ketiga diajukan oleh Aqsol Arizki kepada Ms. Magdalena yang pertanyaanya yaitu  “Apakah Ms. Magdalena kesulitan membedakan bahasa formal dan nonformal?” Ms. Magdalena menjelaskan bahwa “tidak ada masalah dalam menggunakan bahasa formal dan nonformal karena  orang-orang tau Ms. Magdalena masih belajar menggunakan Bahasa Indonesia. Beliau juga berterima kasih jika ada yang ingin mengajarkan perbedaan itu kepadanya misalnya untuk situasi ini kita menggunakan kata apa, contohnya kata (tidak) digunakan untuk apa, dan kata (gak) digunakan untuk apa. Ms. Magdalena juga belajar dengan gurunya tentang kosa kata anak Medan contohnya (mantap kali), (yok lah) dan sebagainya. Ms. Magdalena mengatakan sangat penting bagi guru untuk belajar bahasa-bahasa yang diucapkan oleh siswanya.

Pertanyaan keempat diajukan oleh Muhammad Sabil Anugrah kepada Ms. Magdalena yang pertanyaannya yaitu “Bagaimana gaya pembelajaran Bahasa Indonesia Ms. Magdalena ketika di Indonesia? Apakah berbeda dengan gaya pembelajarannya dengan negara Ms. Magdalena?” Ms. Magdalena mengatakan bahwa “di Amerika Serikat peserta didik tidak punya kesempatan untuk belajar Bahasa Indonesia karena di sana Bahasa Indonesia diajarkan hanya di level perguruan tinggi. Namun, Ms. Magdalena belajar Bahasa Indonesia secara langsung tinggal di Indonesia, berinteraksi setiap hari dan belajar dasar-dasar Bahasa Indonesia. Di Amerika Serikat, Ms. Magdalena belajar Bahasa Indonesia selama 1-2 jam selama satu minggu. Perbedaan lainnya yaitu khusus di kampus Bahasa Indonesia bisa diajarkan dengan durasi 3 jam  dan dua kali dalam satu minggu. Ms. Magdalena juga pernah bertanya kepada gurunya bisa atau tidak untuk tidak ikut buku ajarnya tetapi langsung terjun dalam Bahasa Indonesia tentang topik-topik yang lebih khusus. Berbeda ketika di kampus di Amerika Serikat, orang-orang belajar Bahasa Indonesia sangat formal dan mengikuti buku ajar.” Pertanyaan kelima diajukan oleh Nazwa Kennatasyah kepada Ms. Magdalena yang pertanyaannya yaitu “Selama sudah beberapa bulan tinggal di Indonesia apasih pengaruh bahasa dan budaya yang dirasakan oleh Ms. Magdalena?”. Ms. Magdalena mengatakan bahwa merasakan perbedaan contohnya Bahasa Inggris-Amerika untuk percakapan yang ringan. Di Amerika ketika berjumpa dengan orang yang sudah lama tidak berjumpa pasti akan bertanya bagaimana akhir pekanmu?. Jika di Indonesia orang akan bertanya sudah makan atau belum, beliau menganggap bahwa kata tersebut baru ia temukan di Indonesia. Contoh lainnya ketika di Amerika, orang-orang disana menganggap oleh-oleh adalah suvenir. Tetapi di Indonesia oleh-oleh selalu berkaitan dengan makanan.